Selasa, 23 April 2013

Gagal Paham dengan Manajemen Stasiun Gubeng

Mulai 1 April 2013 kemaren, cmiiw, ada kebijakan baru di stasiun gubeng surabaya. Pembelian tiket dan pintu keluar masuk penumpang kereta api kelas ekonomi harus di stasiun gubeng lama. Sedangkan pembelian tiket dan pintu keluar masuk penumpang kelas bisnis dan eksekutif di stasiun gubeng baru.
Menurutku, kebijakan ini absurd, nggak efektif. Kenapa? Karena sebenernya, dua stasiun itu ada di satu tempat. Bagi yang belum tau, aku coba kasih bayangan. Coba bayangkan sebuah kotak, nah gubeng baru itu ada di kotak bagian atas dan gubeng lama ada di kotak bagian bawah. Dua stasiun ini hanya dipisahkan oleh enam jalur rel kereta api.
Lumayan memberatkan untuk mahasiswa beberapa kampus yang terbiasa beli tiket dan masuk lewat gubeng baru. Karena memang tiga kampus unair, ITS dan beberapa kampus lain cenderung lebih dekat dengan gubeng baru. Dengan kebijakan ini, mereka harus muter dulu, untuk nyampe ke gubeng lama. Yang artinya, kalo mereka naik becak atau taksi, ongkosnya nambah.
Aku kesel sih dengan kebijakan diskriminasi ini. Yang follow twitter aku di @aforandina pasti udah pernah liat aku ngomel soal ini. Tapi lalu yawes lah. Toh aku selalu naek kereta bareng Ayik. Dan Ayik bawa motor. Jadi meski harus muter, hayok aja. Malah enak bisa lebih lama boncengannya, hhaha.
Dan hari ini aku kesel banget banget banget dengan kebijakan ini. Jadi, tadi aku lagi duduk-duduk di sebelah meja cek in tiket di gubeng lama. Aku habis beli tiket, ceritanya. Lalu ada seorang eyang putri, sudah sepuh, bawa banyak barang dan sendirian nyamperin bapak petugas cek in. Dan aku dengan sengaja menguping pembicaraan mereka. Eyang itu menanyakan dimana atm mandiri terdekat. Si pak petugas jawab, ada di gubeng baru. Lalu sang eyang bercerita kalo beliau mau beli tiket dan beliau baru tau kalo harga tiketnya naik. Uang beliau kurang. Sang eyang kembali menanyakan dimana atm mandiri terdekat. Si bapak dengan santai bilang, di gubeng baru, di gubeng lama nggak ada. Eyang putri itu nampak bingung, lalu kembali bertanya apa bisa kalo masuk lewat dalam saja, karena kalo harus muter kan jauh. Si bapak petugas cuma bilang, gak bisa, ibu naek becak aja.
Aku speechless. Ya ampun. Jadi eyang itu harus naik becak ke gubeng baru, ambil uang di atm, terus naik becak lagi balik ke gubeng lama, baru kemudian bisa beli tiket, begitukah bapak petugas yang terhormat?!?! Eyang putri itu sendirian lhoo bapak. Nggak kasian tah paaakkk?!
Okelah kalo kebijakannya memang harus seperti itu. Tapi konsekuen donk. Sediakan juga fasilitas yang sama di dua stasiun ini.
Sejauh ini, aku masih belum menemukan alasan yang logis kenapa ada kebijakan baru ini. Kalo untuk pembelian tiket, okelah. Mungkin alasannya adalah pemecahan antrian, misalnya. Lha kalo pintu keluar masuk dibedain, ngappss??
Dan karena pihak stasiun (sepertinya) tidak pernah memberikan alasan yang fair, aku jadi berfikir, oohhh jadi penumpang kelas miskin nggak boleh lewat jalannya penumpang kelas kaya. Ohh jadi penumpang kelas miskin, kalo mau menggunakan fasilitas -yang sebenarnya juga merupakan hak mereka- harus muter jauh dulu dan menumpang di stasiunnya penumpang kaya. Oh begitu yaa.
Fyi aja, sudah banyak yang protes, ada di beberapa media online nasional. Bahkan sudah ada yang menanyakan langsung ke pihak stasiun. Dan mereka hanya membantah jika kebijakan itu merupakan diskriminasi. Tanpa memberikan penjelasan tambahan.
See?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar