Kamis, 07 Maret 2013

Fanatisme ugal-ugalan suporter sepakbola

Definisi fanatisme adalah suatu paham yang mempunyai arti, teramat kuat kepercayaan dan keyakinannya terhadap sesuatu. Di sini saya akan membahas fanatisme para supporter sepakbola terhadap tim kesayangannya. Saya sama sekali tidak bermaksud menjelek-jelekkan supporter atau tim sepakbola tertentu. Ini hanyalah sebuah pandangan yang muncul dari seorang awam yang sudah merasa jengkel dan muak dengan tingkah laku supporter yang seringkali meresahkan. Pandangan saya ini lahir karena saya suda frustasi akibat terus menerus mengetahui sikap ugal-ugalan para supporter. Saya tidak mempersoalkan seberapa banyak atau seberapa parah kerusuhan dan perilaku ugal-ugalan itu. Saya hanya benar-benar bosan dan muak karena selalu saja ada supporter yang naik ke atas kendaraan umum, mengintimidasi pengguna jalan lain, melakukan pemalakan, serta kepemilikan senjata tajam atau barang aneh-aneh yang dibawa ketika menonton sepakbola. 

Saya berasal dari Kediri, sebuah kota yang memiliki tim sepakbola yang berjuluk “macan putih”, ya Persik Kediri. Rumah saya juga relative dekat dengan stadion Brawijaya, stadion yang sering digunakan pertandingan sepakbola di Kota Tahu saya tercinta. Sejak kecil hingga sekarang, saya sudah sangat sering mendengar, melihat bahkan merasakan sendiri bagaimana fanatiknya para Persikmania, julukan supporter untuk Tim Persik Kediri. Bagaimana mereka selalu datang mendukung ke stadion, tak hanya di Stadion Brawijaya, melainkan juga stadion di manapun itu yang digunakan Persik bertanding. Bagaimana aksi konvoi mereka setelah pertandingan berlangsung. Gak peduli kalah, gak peduli menang, tetep konvoi. Sebenarnya saya tidak merasa keberatan dengan konvoi ini, toh mereka tidak melakukannya setiap hari. Tapi yang
membuat jengkel adalah mereka konvoi dengan ugal-ugalan, merasa kalo jalan raya adalah milik mereka sendiri! Duduk-duduk di jalan raya depan stadion hingga menutup jalan tersebut ketika pertandingan telah selesai. Saya juga sering mendengar fanatisme supporter tim-tim lain, hingga mereka membakar dan merusak stadion Brawijaya milik rakyat Kediri hanya karena tim kesayangannya kalah oleh Persik.

Pertanyaan saya adalah,, apa gunanya?? Apa dengan membakar dan merusak stadion milik lawan, lalu tim mereka akan berubah menjadi menang, begitu? Atau mereka melakukan itu karena GENGSI dan HARGA DIRI, sebab tim mereka kalah dan mereka tidak mau dengan jantan mengakuinya? Atau hanya mencari KEPUASAN? Atau yang parah, hanya IKUT-IKUTAN, biar dibilang solider dengan anggota supporter lainnya? Saya sungguh tak mengerti. Menurut saya, itu hanya tindakan yang percuma. Tim tersebut kemudian mendapatkan sanksi dan pemerintah daerahnya diwajibkan mengganti kerugian yang diderita oleh stadion Brawijaya Kediri. Inikah yang diinginkan para supporter tersebut??

Sekarang saya menuntut ilmu di kota yang terkenal dengan fanatisme supporter bolanya, BONEKMANIA, supporter dari Persebaya. Malam ini, untuk kesekian kalinya, saya merasa jengkel sekali dengan konvoi yang dilakukan oleh para “bondo nekat” itu. Saya mengakui, saya dan mungkin banyak orang lain juga, tidak begitu menyukai apalagi fanatic dengan sepakbola dan tim tertentu. Saya memang tidak paham dan mengerti
seperti apa rasanya menjadi supporter fanatic. Dan saya tidak mau tahu dengan itu semua. Saya hanya seorang warga Negara biasa, yang ingin merasakan dengan AMAN dan NYAMAN -saat pulang kuliah, atau seperti malam ini, saat saya pulang ke kost saya sekembalinya saya dari salah satu mall di Surabaya-ketika harus berpapasan dengan para supporter yang pulang dari stadion. Saya sudah muak dengan supporter yang ugal-ugalan di jalan, tanpa helm, berboncengan tiga orang, menyalip dan menerobos lampu merah semau-maunya.

Kembali pertanyaan terlintas dalam benak saya,, apa mereka tidak takut kecelakaan kemudian terjadi sesuatu dengan mereka?? Tentu saja, saya juga mempertanyakan kinerja aparat kepolisian yang sampai sejauh ini sepertinya terlalu memberikan TOLERANSI YANG TINGGI kepada para supporter tersebut. Ketika para supporter ugal-ugalan, seperti yang telah saya jelaskan di atas,, kemanakah para polisi? Apakah mereka itu mendapatkan kekebalan hukum di jalanan, hanya disebabkan karena mereka supporter sepakbola? Kenapa hal semacam ini dibiarkan? Semestinya tidak ada toleransi, jika dan hanya jika kepolisian memang INGIN menegakkan hukum dan kekerasan sedari dini. Menurut saya, penting bagi kita untuk mendorong aparat kepolisian menangkap dan menghentikan para supporter yang memiliki perilaku di jalanan yang membahayakan diri mereka sendiri dan pengguna jalan lain. 

Akuilah bahwa memang banyak supporter yang ugal-ugalan dan kerap membuat rusuh. Akuilah bahwa sepakbola di Indonesia masih sering dimanfaatkan oleh orang-orang yang mencari kesempatan merasakan bagaimana enaknya dan jumawanya menjadi bagian dari sebuah kerumunan raksasa. Akuilah bahwa komunitas-komunitas supporter memang masih belum mampu mengelola dan mengontrol para anggotanya. Akuilah bahwa di stadion pun nyanyian rasis masih dilantunkan dan lemparan botol aqua bukan pemandangan asing. Dengan mengakui itu, kita bisa melangkah lebih baik dengan mencari jawaban atas pertanyaan : bagaimana agar mereka tidak rusuh lagi? Masa harus nunggu Negara beres dulu, baru
supporter kita bisa tertib?

Sepakbola memang bisa mendamaikan. Ada banyak kasus dan contoh dimana perseteruan kelompok atau rasial bisa ditenangkan dan diatasi dengan sepakbola. Tapi, akuilah juga, bahwa dalam dirinya sendiri sepakbola sudah mengandung potensi kekerasan, sesedikit apapun itu. Sejarah panjang sepakbola cukup banyak menunjukkan itu. Boleh-boleh saja menjadi supporter fanatic. Boleh-boleh saja menganggap sepakbola dan tim kesayangan sebagai “agama” dan menganggap stadion sebagai “altar peribadatan agama sepakbola”. Mungkin benar bahwa tidak mungkin sepakbola tanpa adanya konflik dan gejolak. 

Seperti kemiskinan, mungkin tak akan pernah musnah dari peradaban, tapi tidak berarti upaya mengentaskan kemiskinan harus dilupakan, bukan?
posted from Bloggeroid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar